Toxic Positivity

Gambar Produk 1

Tulisan ini membahas tentang dampak toxic positivity, yaitu tekanan untuk selalu terlihat positif yang mengabaikan perasaan negatif. Bahwa emosi negatif adalah hal yang manusiawi dan perlu diterima, bukan ditekan. Tulisan ini mengajak pembaca untuk mengenali kebutuhan emosional mereka, memberikan ruang untuk memproses perasaan, dan mencari bantuan bila diperlukan, agar tidak terjebak dalam rasa bersalah atau kepura-puraan.

Ketika kamu sedang merasa sedih atau kecewa, pernah nggak mendengar orang berkata, "Kamu harus tetap positif," atau "Jangan terlalu dipikirkan, semua pasti baik-baik saja"? Awalnya, kalimat seperti ini mungkin terdengar menghibur, tapi lama-kelamaan terasa berat. Seolah-olah, perasaan sedih, marah, atau kecewa itu salah, dan kita harus terus-menerus berpura-pura bahagia. Itulah yang disebut toxic positivity.

Toxic positivity muncul saat tekanan untuk selalu berpikir positif mengabaikan perasaan negatif yang sebenarnya sangat manusiawi. Kita diminta untuk menutupi emosi yang kurang menyenangkan demi terlihat "baik-baik saja". Tapi, siapa sih yang bisa benar-benar baik-baik saja sepanjang waktu? Terkadang, hidup memang menantang, dan nggak apa-apa untuk merasa nggak baik-baik saja.

Aku pernah mengalami ini. Suatu hari, setelah kehilangan pekerjaan yang sangat aku cintai, aku bercerita pada seorang teman dekat. Aku berharap mendapat dukungan atau setidaknya telinga yang mau mendengarkan. Tapi yang aku dengar malah, "Kamu harus bersyukur, masih banyak orang yang lebih susah." Kalimat itu membuatku diam. Bukannya merasa lebih baik, aku malah merasa bersalah karena punya perasaan negatif.

Bukannya aku nggak mau bersyukur, tapi saat itu aku butuh ruang untuk menerima perasaan kehilangan dan kecewa. Aku butuh waktu untuk memproses emosi-emosi itu, bukan ditekan untuk melompat langsung ke "semuanya baik-baik saja." Ternyata, ini bukan pengalaman yang hanya aku alami. Banyak orang merasa bahwa mereka nggak punya ruang untuk menjadi diri sendiri saat sedang terpuruk.

Toxic positivity sering kali datang tanpa disadari, bahkan dari diri sendiri. Misalnya, ketika aku merasa lelah dan ingin istirahat, aku malah menyalahkan diri sendiri karena merasa malas. Aku memaksa untuk terus bergerak, berpikir bahwa "Aku harus kuat." Padahal, tubuh dan pikiran butuh istirahat. Memaksakan diri hanya membuatku semakin lelah, baik secara fisik maupun mental.

Aku pun mulai belajar, bahwa nggak apa-apa untuk merasa rapuh. Perasaan negatif bukanlah musuh yang harus dilawan, melainkan bagian dari pengalaman manusia yang harus diterima. Ketika aku membiarkan diriku merasa sedih, marah, atau kecewa, aku jadi lebih paham apa yang sebenarnya aku butuhkan.

Dukungan dari orang-orang sekitar memang penting, tapi nggak semua orang tahu cara memberikan dukungan yang benar. Ada kalanya aku merasa sendirian meski dikelilingi banyak teman. Itu adalah momen di mana aku sadar bahwa mungkin aku butuh bantuan lebih dari sekadar nasihat dari teman atau keluarga.

Bicara dengan seseorang yang bisa mendengarkan tanpa menghakimi terasa seperti menemukan udara segar di tengah tekanan. Kadang, aku hanya butuh tempat untuk menumpahkan semua perasaan tanpa takut dibilang "berlebihan" atau "cengeng". Dan dari situ, aku mulai paham bahwa menerima bantuan adalah salah satu bentuk kekuatan, bukan kelemahan.

Toxic positivity bisa membuat kita terjebak dalam lingkaran rasa bersalah. Tapi saat aku mulai mencari cara untuk benar-benar memproses emosi, aku merasa lebih ringan. Aku belajar untuk menerima kenyataan bahwa nggak semua hari akan berjalan sempurna, dan itu nggak apa-apa. Hidup itu dinamis, ada naik dan turun.

Kalau kamu pernah merasa tertekan oleh tuntutan untuk selalu "baik-baik saja", aku ingin bilang satu hal: kamu nggak sendirian. Perasaan negatif itu valid, dan kamu punya hak untuk merasakannya. Yang penting adalah bagaimana kamu mengelola perasaan itu, bukan menekannya.

Mengizinkan diri untuk merasa apa pun yang kamu rasakan adalah langkah awal menuju pemulihan. Kamu nggak harus menjalani semuanya sendirian. Kadang, berbicara dengan seseorang yang paham dan mendukung bisa membuat perbedaan besar. Jangan ragu untuk mencari bantuan ketika kamu merasa kewalahan.

Aku tahu, mengakui bahwa kamu butuh bantuan mungkin terasa sulit. Tapi percayalah, ada begitu banyak orang yang siap mendengarkan dan membantumu menemukan cara untuk merasa lebih baik. Hidup ini terlalu berharga untuk dihabiskan dengan berpura-pura. Yuk, kita mulai berani menghadapi perasaan kita dengan jujur.

Lisa Puspitasari


Konsultasi Layanan Konseling Via Chat

Jenis Layanan : Toxic Positivity

https://www.layanankonseling.com/2025/01/toxic-positivity.html

ORDER VIA MARKETPLACE

Klik untuk lihat Testimoni